Bab III. Profil Layanan Pendidikan
Bab ini akan
membahas gambaran umum penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pasuruan,
layanan pendidikan Sekolah dan Madrasah, layanan Lembaga Kursus dan Layanan
Madrasah Diniyah.
3.1 Gambaran
Umum
Visi Dinas
Pendidikan Kabupaten Pasuruan 2008-2013, yaitu mewujudkan peserta didik yang
berakhlak mula, cerdas, kreatif, sehat, mandiri dan berdaya saing dijabarkan
secara operasional melalui pengembangan layanan pendidikan untuk semua jalur
(pendidikan formal, nonformal, dan informal), jenjang (pendidikam dasar,
pendidikan menengah), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus). Jenis agama dan keagamaan,
khususnya islam, cukup kuat mewarnai penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten
Pasuruan, baik dalam bentuk madrasah formal di semua jenjang ataupun madrasah
diniyah yang di kelolah pondok pesantren atau di luar pondok pesantren.
Pada awalnya,
pembinaan dan pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut berada
di bawah Kementerian Agama. Pada tahun 2002, Sub Dinas Perguruan Agama Islam
(Pergurais) menjadi struktur baru dalam organisasi di Dinas Pendidikan
Kabupaten Pasuruan dengan tugas melaksanakan bimbingan pendidikan dan perguruan
agama islam, madrasah dan pondok pesantren. Dengan adanya Subdin Pengurais yang
kemudian menjadi bidang pergurag di Dinas Pendidikan dimungkinkan adanya
dukungan pembiayaan dari APBD untuk sekolah keagamaan, baik di pendidikan
formal maupun non formal, termasuk pembiayaan untuk madrasah diniyah di
dalamnya.
Keberadaan
bidang Pengurag di Dinas Pendidikan, berpengaruh cukup besar terhdap
peningkatan mutu madrasah di kabupaten Pasuruan. Meskipun demikian, dalam
implementasi program dan kegiatan masih belum optimal karena terdapatnya
tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bidang Pengurag Dinas
Pendidikan dengan Seksi Madrasah dan Pendidikan Islam (Mapenda) dan Seksi
Pendidikan Keagamaan Pondok Pesantren (Peka Pontren) Kemenag. Perencanaan
pendidikan belum sepenuhnya terpadu antara lain ditunjukkan dari masih
terpisahnya manajemen data sekolah/madrasah yang di kelolah oleh Dinas
Pendidikan dan Kemenag.
Dengan
menggunakan data dari hasil analisis SIPPK dan diskusi kelompok terfokus dengan
kepala sekolah, guru di semua jenjang pendidikan lpora ini membahas berbagai
komponen pelayanan pendidikan terkait dengan akses dan mutu layanan pendidikan.
3.2 layanan
Pendidikan Sekolah dan Madrsah
Program
peluasan akses dan pemerataan pendidikan dasar di Kabupaten Pasuruan telah menunjukkan
kinerja baik, terbukti dengan pencapaian APM SD/MI, APK SMP/MTs dan APK
SMA/MA/SMK yang telah melampaui sasaran nasional. Meskipun demikian, perhatian
harus di berikandi kecamatan Grati yang memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK)
SD,MI 90%, masih di bawah sasaran nasional APK yaitu 95%.
Tingginyan
angka partisipasi sekolah tersebut sangat di dukung oleh ketersediaan layanan
pendidikan disemua jenjang mulai dari TK/RA, pendidikan dasar sampai dengan
pendidikan menengah (table 3.2.1).
Kontribusi masyarakat
untuk penyelenggaraan pendidikan cukup tinggi, bahkan untuk TK/RA, SMP/MTS, dan
SMA/SMK persentase sekolah/madrasah yang di selenggarakan oleh masyarakat
(sekolah/madrasah) swasta lebih tinggi dari sekolah negeri. Meskipun apabila
dilihat perbandingan jumlah murid antara sekolah negeri dan swasta di jenjang
tersebut relative berimbang. Tabel 3.2.2 menunjukkan bahwa dengan APK TK/RA
mencapai 99% dan fakta bahwa 83,6% siswa baru kelas 1 SD/MI telah melalui
pendidikan TK/RA semestinya anak-anak di kelas awal memiliki kesiapan
bersekolah yang baik.
Akan tetapi
data dalam Grafik 3.2.2 menunjukkan bahwa angka mengulang kelas (AMK) mencapai
3,5% lebih tinggi dari AMK propinsi Jawa Timur yaitu 2,56%. Angka mengulang kelas
siswa di kelas 1 mencapai 7,9% atau sekitar 1.198 anak. AMK tersebut berangsur
turun menjadi 4,7% di kelas 2 dan 3,4% di kelas 3.
Melihat kondisi
tersebut, penyelenggaraan pendidikan TK/RA perlu untuk dipetakan dan dievaluasi
sehingga dukungan pengembangannya dapat lebih tepat sasaran. Di samping itu,
hasil diskusi dengan praktisi pendidikan menunjukkan terdapatnya kecenderungan
untuk menempatkan guru baru sebagai pengampu guru kelas 1 SD/MI. Dibutuhkan
kebijakan untuk lebih memperhatikan kompetensi guru kelas awal khususnya guru
kelas 1 SD/MI.
Dari sisi mutu
output pendidikan, yang antara lain ditunjukkan oleh hasil nilai ujian, secara
umum posisi Kabupaten Pasuruan masih di bawah dan di batas rata-rata, kecuali
untuk rata-rata nilai UN jenjang SMP/MTs dan SMK yang capaiannya di atas
rata-rata Jawa Timur.
Dengan demikian
perlu perhatian untuk jenjang SD/MI yang nilai rata-rata UASBN SD/MI sebesar
6,67 masih di bawah nilai rata-rata UASBN SD/MI Propinsi Jawa Timur sebesar
7,73. Dari tiga mata pelajaran UASBN yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA,
nilai rata-rata Matematika yang paling rendah yaitu 6,45. Demikian juga untuk
rata-rata nilai UN SMA, baik jurusan IPA, jurusan IPS, dan jurusan Bahasa yang
berada di garis rata-rata Propinsi
Untuk mendorong
peningkatan mutu, perlu diketahui peta layanan pendidikan untuk setiap jenjang.
Berikut adalah profil layanan terkait dengan mutu mencakup daya tamping
sekolah/madrasah, kecukupan kondisi sarana prasarana sekolah, dan kecukupan dan
mutu guru.
3.4. Layanan
Madrasah Diniyah (Madin)
Secara literasi
madrasah diniyah dimaknai sebagai tempat belajar keagamaan dalam hal ini Agama
Islam. Bermula berkembang di pondok pesantren sebagi pusat pendidikan agam yang
bertujuan untuk mencetak santri yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang
Agama Islam atau menjadi ahli agama. Sebagian murid (santri) lulusan pondok
pesantren tersebut kemudian mendirikan sekolah-sekolah agama atau madrasah
diniyah (madin) dilingkungannya masing-masing. Hal ini menjadikan madin tumbuh
berkembang di luar lingkup pondok pesantren melalui pengajian kitab, majelis
taklim, pendidikan Al-Quran, diniyah taqmiliyah dan dalam bentuk lain yang
sejenis. Pada tahun 2009, jumlah madrasah diniyah kabupaten Pasuruan mencapai
1.173, atau mencapai 13,57% dari jumlah seluruh madin yang ada di Propinsi Jawa
Timur dengan jumlah santri mencapai 104.889.
Survei di
lakukan terhadap 110 madin yang terdiri dari 100 (seratus) madin jenjang dasar
atau madin Ula, 7 (tujuh) madin jenjang menengah atau madin Wustho, dan 3
(tiga) madin jenjang atas atau Ulya. Sekitar 25% madrasah diniyah yang di
survei di kelolah oleh pondok pesantren dan sekitar 75% dikelolah masyarakat
diluar pondok pesantren.
Berikut adalah
temuan hasil survei yang meliput gambaran umum peserta didik (santri) kondisi
sarana prasarana, kurikulum, tenaga pendidik dan manajemen madin.
Dominasi
madrasah diniyah yang dikelola oleh masyarakat mewarnai penyelenggaraan
madrasah diniyah di Pasuruan. Lebih dari 75% madrasah diniyah dikelola oleh
masyarakat, sementara selebihnya diselenggarakan oleh pondok pesantren. Latar
belakang murid madin juga beragam. Murid madrasah diniyah yang berada di luar
pondok pada umumnya adalah murid di sekolah dan madrasah formal yang ingin
mendapatkan tambahan pelajaran agama. Hasil survei pada table 3.4.1 menunjukkan
64% murid madin Ula yang disurvei adalah murid yang bersekolah baik di sekolah
ataupun madrasah dari berbagai jenjang.
Pagi hari siswa
madin besekolah di SD, SMP, ataupun SMA sementara sore atau malam harinya
bersekolah di madin. Perlu di pahami disini murid sekolah formal yang juga
murid madin tidak selalu ada pada kelas dan jenjang yang setara. Misalnya murid
kelas 1 SMP yang juga belajar di madin. Murid tersebut tidak selalu duduk
dikelas 1 madin Wustho yang setara SMP. Bisa jadi dia duduk di kelas 4 madin
ula yang setara SD, tergantung dari kemampuan dalam mempelajari matapelajaran
yang di ajarkan di madin.
Kondisi
madrasah diniyah sangat beragam, dari yang memiliki ruang persekolahan,
bergabung dengan madrasah di sore hari atau pesantren, bertempat di salah satu
ruangan masjid dan mushola atau bahkan di satu rumah tokoh masyarakat setempat.
56% madin yang disurvei, terutama madin yang berada di luar pondok mempunyai
rerata peserta didik per rombel kurang dari 15 (table 3.4.2)
Sebagai lembaga
berbasis masyarakat, penyediaan sarana prasarana madin yang mencakup ruang
kelas, kelayakan ruang kelas, ketersediaan fasilitas pendukung seperti mushola,
kamar mandi/WC relatif baik.
Hamper semua
madin memiliki ruang kelas, hanya 7% yang menumpang. Meskipun demikian masih
terdapat 12% ruang kelas berkondisi rusak berat. Cirri khas madin yang masih
melekat adalah penggunaan dampar, meja kecil yang di gunakan untuk mengajar.
Selain itu 85% madin tidak memiliki ruang perpustakaan, 375 tidak memiliki
mushola dan 24% tidak memiliki fasilitas kamar mandi/WC.
Kurikulum Madin
secara umum
target kompetensi lulusan yang menjadi tujuan pendidikan madin adalah
penguasaan dan pemahaman atas syariat dan baca Al-Quran dengan baik dan
benar. Untuk mencapai tujuan tersebut muatan pokok mata pelajaran madrsah
diniyah adalah 1) Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Tauhid, Akhlaq, Bahasa Arab, Tarikh
atau Sejarah Islam. Di samping muatan pokok tersebut, 35% madin (70 lembaga)
yang disurvei memuat pengembangan diri dalam pembelajarannya yang bertujuan
untuk memberikan kesempatan kepada santri untuk mengembangkan dan
mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat dan minat santri, di samping
sesuai dengan kondisi madrasah. Meskipun jenis pengembangan diri yang di
berikan sangat beragam, terdapat dua besaran kegiatan. Pertama, kegiatan
terkait dengan kesenian Agama Islam seperti al Banjari, Ishari, Nasyid,
Qosidah, Hadrah, dan Kaligrafi yang bertujuan untuk syiar Agama Islam. Kesenian Islam menjadi jenis kegiatan
kecakapan hidup yang paling banyak dipilih. Kegiatan kedua terkait dengan
pengembangan ketrampilan seperti menjahit, membuat kerupuk, bertani, berkebun.
Upaya untuk
melakukan standarisasi kurikulum madrasah diniyah sudah dilakukan antara lain
melalui pengembangan kurikulum madin oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan,
melalui bidang Pergurag dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pasuruan bekerja
sama dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif. Sebagai langkah awal, penerapan
kurikulum madin tersebut difokuskan untuk 722 lembaga madin yang dikelola
secara mandiri diluar dukungan pesantren. Kurikulum bersama yang disebut juga
kurikulum embrio diharapkan dapat membantu dalam peningkatan mutu lembaga
madin. Meskipun demikian hasil survei menunjukkan keagamaan implementasi
kurikulum dalam pelaksanaan di lapangan.
Sebagaian besar
(82,7%) pembelajaran di madrasah diniyah dilaksanakan pada siang atau sore
hari, selebihnya diaksanakan pada malam hari (11,8%) dan pagi hari (3,6%).
Untuk madrasah diniyah yang diselenggarakan di pagi hari, semuanya merupakan
madin yang dikelola oleh pomdok pesantren, di mana siswanya adalah santri di
pondok pesantren tersebut dan masyarakat umum yang tinggal di sekeliling pondok.
Untuk madin yang diadakan di luar pondok pesantren waktu pembelajaran per hari
berkisar dua - tiga jam, dalam satu minggu ada 6 hari pembelajaran, sementara
hari minggu atau jum’at libur. Alokasi waktu jam pembelajaran bervariasi antar
madin dengan frekuensi yang sering muncul adalah 35 menit untuk satu jam
pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan sangat kaya, mengacu pada
tradisi pengajaran yang sudah lama berkembang di lingkungan pondok pesantren
yaitu metode sorogan, metode wetonan atau bandongan, metode tatap muka, praktek
dan metode lainnya yang beragam.
Metode sorogan
adalah metode pembelajaran yang di pergunakan oleh 87% madrasah diniyah yang
disurvei. Metode sorogan ini termasuk belajar secara individual di mana seorang
santri berhadapan dengan seorang guru untuk belajar kitab. Metode ini terbukti
sangat efektif karena memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan
membimbing secara maksimal kemampuan seorang siswa dalam menguasai pelajaran /
kitab yang sedang di ajarkan. Murid hanya akan melanjutkan ke pelajaran
berikutnya apabila berdasarkan penilaian guru siswa sudah menguasai bab
tersebut.
Sementara itu,
metode bandongan atau metode wetonan yang berasal dari kata “weton” atau waktu
dalam bahasa jawa merupakan metode kuliah dimana siswa mengikuti pelajaran
dengan duduk dihadapan ustadz yang menerangkan pelajaran. Pada saat yang
bersamaan siswa menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan. Sementara,
metode praktek adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan
suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang di lakukan secara
perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustadz. 57% madin
yang disurvei menggunakan praktek dalam pembelajarannya. Metode ini diperlukan
untuk pembelajaran tata cara beribadah misalnya sholat atau wudhu.
Diluar metode
tersebut diatas, banyak variasi yang digunakan dalam pembelajaran, tercatat
sebagai berikut :
o Metode
Musyawaroh / Bahtsul Masa’il merupakan metode pembelajaran yang lenih mirip
dengan metode diskusi atau seminar.
o Metode Ceramah
dimana guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu
tertentu (waktu terbatas) dan tempat tertentu pula.
o Metode Hafalan
(muhafazhah) merupakan kegiatan belajar siswa dengan cara menghafal suatu teks
tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan ustadz.
Meskipun belum
banyak madin yang mempunyai rancangan untuk mengukur kompentensi siswa, guru
sudah mengembangkan metode pengukuran kompetensi siswa antara lain melalui
materi pembiasaan seminggu sekali untuk mengukur pemahaman anak terhadap apa
yang diajarkan guru, kemudian juga dari hasil tanya jawab, dan praktek ibadah,
juga dari materi hafalan. Dalam pendidikan Madrasah Diniyah yang disurvei
terhadap lima bentuk kegiatan pelaksanaan evaluasi yaitu ulangan harian,
caturwulan, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian akhir madrsah
diniyah (UAMD).
Bab V. Rekomendasi Kebijakan
Berbagai temuan
berdasarkan hasil kajian kemudian didiskusikan secara intensif dengan pemangku
kepentingan bidang pendidikan Kabupaten Pasuruan yang terdiri dari praktisi
pendidikan (guru, kepala sekolah, pengelola bengkel kerja, dunia usaha mitra
SMK, LSM) dan pengambilan kebijakan dari DPRD, Bappeda, Dewan Pendidikan,
Kemenag dan Dinas Pendidikan Kabupaten pasuruan. Diskusi intensif tersebut
menghasilkan idenifikasi isu-isu layanan pendidikan menyeluruh di kabupaten
Pasuruan dan usulan rekomendasi kebijakan.
5.1. Isu-Isu
Layanan Pendidikan
1)
Dengan angka partisipasi kasar (APK) TK/RA mencapai di atas 90% dan
lebih dari 80 % murid baru kelas 1 SD/MI adalah lulusan TK/RA, mestinya anak
sudah siap untuk bersekolah. Akan tetapi fakta menunjukkan masih cukup
tingginya angka mengulang kelas, khususnya untuk kelas 1 SD/MI yang mencapai
7,9% atau sekitar 1.198 anak Sd/Mi yang tidak naik kelas. Disamping dari sisi
kurang kompetennya guru kelas awal, perhatian perlu diberikan pada mutu
penyelenggaraan TK/RA yang sebagaian besar dikelola oleh masyarakat. Terlebih
dari sisi penganggaran, alokasi bagi PAUD yang hanya mencapai Rp1,7 milyar atau
0.4% dari belanja sektor pendidikan.
2)
Kesenjangan layanan pendidikan masih terjadi. Hal ini ditandai
dengan terdapatnya sekolah dan madrasah yang kekurangan ruang kelas, ruang
kelas dalam kondisi rusak, tidak memiliki akses perpustakaan, tidak memiliki
kamar mandi/WC dan laboratorium, bengkel kerja untuk SMK.
3)
Minat pendidikan kejuruan (SMK) cukup baik, ditandai dengan rasio
murid SMA/MA dan SMK mencapai 52 : 48. Perlu dukungan pengembangan kemitraan
dengan dunia usaha dan dunia industry yang saat ini masih terbatas.
4)
Manajemen pendidikan dan Tenaga Kependidikan belum berjalan dengan
baik, antara lain ditunjukkan dengan belum meratanya distribusi pendidik dan
belum terpenuhinya kualifikasi pendidik sesuai dengan tuntutan UU No 14 tahun
2005.
o Terjadi
kelebihan guru sekolah negeri disemua jenjang pendidikan, baik SD, SMP, maupun
SMA/SMK yang tentunya sangat berpengaruh terhadap efesiensi penyelenggaraan
pendidikan di sekolah / madrasah.
Untuk mengurangi beban keluarga
miskin adalah dengan memberikan beasiswa bagi siswa miskin. Besaran beasiswa
miskin SD per tahun mencapai Rp. 1.369.375. berikut adalah ilustrasi yang
menggambarkan kesenjangan tersebut.
o Masih terdapat
41,1% guru disemua jenjang pendidikan yang belum memenuhi kualifikasi jenjang
pendidikan minimal S1/D4.
5)
Penjaminan mutu layanan pendidikan kursus masih sangat terbatas,
ditunjukkan dengan masih terdapatnya 70% lembaga kursus yang belum memiliki
Nomer Induk Lembaga Kursus (NILEK) dan belum terakreditasi.
6)
Peyelenggaraan madin sangat bervariasi, mulai dari sarana
prasarana, kompetensi pengelola, kompetensi tenaga pengajar, kurikulum, metode
pembelajaran dan evaluasi sampai pengawasan. Dengan kondisi tersebut, yang
perlu dilakukan saat ini adalah melakukan standarisasi madin secara bertahap
dengan tetap menjaga keaslian metode dan substansi pengajaran madin.
7)
Posisi madrasah diniyah saat ini perlu untuk diperjelas, apakah
sebagai penambah pendidikann agama dan keagamaan di sekolah/madrasah formal,
ataukah sebagai substitusi sekolah/madrasah atau posisi lainnya. Kejelasan
posisi ini sangat penting untuk merumuskan rancangan program peningkatan mutu
madin, sehingga alokasi biaya untuk madin dapat tepat sasaran.
8)
Alokasi anggaran menurut jenis biaya menunjukkan bahwa belanja
modal yang digunakan untuk proses belajar mengajar masih relatif rendah, hanya
berkisar 0,98% - 1,1% dari total belanja sektor pendidikan.
9)
Keperpihakan anggaran pada satuan pendidikan swasta baik sekolah
(TK, SD, SMP, SMA dan SMK) madrasah (RA, MI, MTs, MA), dan juga madrasah
diniyah ditunjukkan dari alokasi dana pada tahun 2010 sebesar Rp35,59 milyar
atau 7,80% dari total belanja sektor pendidikan. Kebijakan ini perlu
ditindaklanjuti dengan peningkatan penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan
di sekolah dan madrasah swasta dan madrasah diniyah.
10)
Apabila hasil perhitungan BOSP tersebut dibandingkan dengan
pendapatan sekolah selama 1 tahun yang diperoleh dari anggaran rutin APBD Kab.
Pasuruan dan BOS APBN, maka untuk jenjang SD/MI masih terdapat kekurangan biaya
Rp79.553 per siswa per tahun dan jenjang SMP/MTs masih kekurangan biaya
Rp116.916 per siswa per tahun.
11)
Dalam penggunaan dan BOS APBN terdapat beberapa alokasi yang wajib
dipenuhi oleh satuan pendidikan, seperti buku pelajaran, kegiatan remedial,
pengayaan (tambahan pelajaran) dan LKS. Artinya, dengan dana BOS terssebut
tidak ada lagi pungutan kepada murid terkait biaya operasional. Namun secara
factual, masih ditemukan siswa SD dan SMP yang harus membeli buku pelajaran.
Disamping masih mengeluarkan iuran bulanan dalam bentuk “shodaqoh”, membeli
LKS, kegiatan tambahan pelajaran dan remedial.
12)
Dalam struktur oraganisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan,
terdapat Bidang Pergurag yang bertugas malaksanakan bimbingan pendidikan dan
perguruan Agama Islam, madrasah dan pondok pesantren. Keberadaan Bidang
Pergurag sangat mendukung peningkatan mutu lembaga pendidikan yang berada di
bawah Kemenag karena memungkinkan adanya dukungan pembiayaan dari APBD. Akan
tetapi perencanaan pendidikan yang ada saat ini masih cenderung parsial dan
integrasi perencanaan antara Dinas Pendidikan dan Kemenag belum optimal.
13)
Belum optimal integrasi perencanaan pendidikan salah satunya
menyebabkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kurikulum
muatal lokal baca tulis Al Qura’an belum sepenuhnya memanfaatkan sumberdaya
yang ada di madrasah diniyah (guru dan sumber belajar).