Selasa, 10 November 2015

pendidikan

1.       Kualitas Pendidikan

a.       Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah telah menentukan variable-variable sebagai tolak ukur yang dikenal dengan standar-standar dalam penyelenggaraan pendidikan. Sebutkan aturan perundangan yang mengarah pada pernyataan tersebut dan uraikan standar-standar tersebut.

Peraturan Pemerintah  no.32 tahun 2013 : Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1 ayat 1 Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi (PP32/2013 pasal 2 ayat 1):
1.       Standarisi;
    Adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat Kompetensi untuk mencapai Kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (pasal 1 ayat 6) juklak baru :Permendikbud no. 64 Tahun 2013

2.       Standar proses;
    Adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Lulusan (pasal 1 ayat 7) juklak baru :Permendikbud no. 65 Tahun 2013

3.       Standar kompetensi lulusan;
    Adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan kelulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan (PP 32/2013 pasal 1 ayat 5) juklak baru :Permendikbud no. 54 Tahun 2013

4.       Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
    Adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (pasal 1 ayat 8) juklak lama :Standar Pendidikan Tenaga Kependidikan

5.       Standar sarana dan prasarana;
    Adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (pasal 1 ayat 9) juklak lama : Standar Sarana dan Prasarana

6.       Standar pengelolaan;
    Adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingakt satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pendidikan (pasal 1ayat 10) juklak lama : Standar Pengelolaan

7.       Standar pembiayaan;
    Adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun (pasal 1 ayat 11) juklak lama :Standar Pembiayaan Pendidikan
8.       Standar penilaian pendidikan;
    Adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrument penilaian hasil belajar Peserta Didik (pasal 1 ayat 12) juklak baru :Permendikbud no.66 Tahun 2013

Permendikbud tentang Standar Nasional Pendidikan yang sudah disesuaikan dengan PP no. 32 Tahun 2013 :
-          Permendikbud no. 54 Tahun 2013 : Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah
-          Permendikbud no. 64 Tahun 2013 : Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
-          Permendikbud no. 65 Tahun 2013 : Standar proses Pendidikan Dasar dan Menengah
-          Permendikbud no. 66 tahun 2013 : Standar penilaian Pendidikan

b.      Bagaimana mengimplementasikan aturan/standar-standar tersebut? Dan siapa leading sector pada penyelenggaraannya ? jelaskan dan uraikan
            Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
            Lingkup standar nasional pendidikan meliputi : Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, dan Standar Penilaian Pendidikan.
            Standar Nasional Pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat.
            Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.

2.       Madin dan Pesantren
a.       Sebutkan aturan perundang-undangan yang mengatur Madrasah Diniyah dan Pesantren di Indonesia
            Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam.
b.      Bagaimana Madrasah Diniyah dan Pesantren dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISIDIKNAS?
            UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan Susana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
            Integrasi madrasah Kedalam Sistem Pendidikan Nasional dengan demikian bukan merupakan integrasi dalam arti penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, termasuk madrasah oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dan sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya dilimpahkan pada Departemen Agama. Dengan tetap mengacu pada dasar, tujuan, dan kurikulum pendidikan sebagaimana diatur dalam Undang-undang secara nasional, Departemen Agama memiliki kewenangan untuk mempola model dan proses pendidikan pada semua jenis dan satuan pendidikan keagamaan, termasuk madrasah secara kreatif.
            Untuk dapat mensinergikan penyelenggaraan pendidikan dalam pesantren dan Madrasah Diniyah, maka harus ada keseimbangan antara pola dan tipe serta kekhasan Madrasah Diniyah tersebut dengan bantuan pemerintah yang ada. Untuk itu diperlukan beberapa langkah yang harus ditempuh oleh Madrasah Diniyah untuk dapat mencapai kemajuan. Cara yang harus ditempuh adalah:
a.       Mereformasi metodologi sistem belajar mengajar di pesantren.
b.      Meningkatkan dedikasi sosial dalam interaksi sosial yang bertanggung jawab tentang kehidupan bermasyarakat.
c.       Meningkatkan transparansi dan keterbukaan antara kiai dan santri.
d.      Memunculkan keberanian menegakkan otonomi pendidikan pesantren.
e.      Meningkatkan kualifikasi kiai yang menjadi target pesantren itu sendiri.
f.        Menargetkan sistem alternative seperti Pendidikan Tinggi Pesantren sesuai standart.
g.       Proaktif merekonstruksi eksistensi diri.

c.       Bagaiman kriteria penjenjangan Madrasah Ula, wustho dan Ulya. Bagaiman pula pengkategorian Pesantren Mu’adalah dan bukan Mu’adalah?
            Kriteria penjenjangan Madrasah
1)      Madrsah diniyah ula sederajat Madrsah Ibtidaiyah/sekolah dasar terdiri atas 6 (enam) tingkat selam 6 (enam) tahun.
2)      Madrasah diniyah wustho sederajat madrasah tsanawiyah/sekolah menengah pertama terdiri atas 3 (tiga) tingkat selam 3 (tiga) tahun.
3)      Madrasah diniyah ulya sederajat madrasah aliyah/sekolah menengah atas yang terdiri atas 3 (tiga) selama 3 (tiga) tahun.

Ketegori Pesantren Mu’adalah dan bukan Mu’adalah
Pesantren Mu’adalah sesuai dengan PMA Nomor 13 tahun 2014 pendidikan pesantren dengan pendidikan formal ini semakin diakui statusnya ditingkat pemerintahan yang lebih tinggi.

3.       Kebijakan pengembangan Madin dan Pesantren
a.       Sebutkan kebijakan pemerintah yang berkenaan  pengembangan Madin dan Pesantren yang anda ketahui!
PP. 55 Tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan.
-          Peningkatan kualitas akademik
-          SDM dengan menyeleksi guru-guru berkualitas serta manajemen yang optimal (kualifikasi pendidikan)
-          Pemaksimalan peran, pengendalian mutu madrasah diniyah substansi pengajaran madin
-          Standarisasi madain secara bertahap dengan tetap menjaga keaslian metode dan

b.      Apa kebijakan pemerintah yang sangat populer dan inovatif terkait pengembangan Madin dan Pesantren? Uraikan dan jelaskan!
-          Pemerintah berupayah meningkatkan mutu, kualitas serta profesionalitas seluruh elemen madrasah diniyah agar kedepan madrasah diniyah dapat dikelolah dengan baik dan profesional.
-          Adanya Bantuan Operasional Madrasah  Diniyah (BOM Madin)

-          Meningkatkan kompetensi dan kulaifikasi pendidikan madin antara lain Program Penigkatan Kualifikasi Pendidikan Guru madin dan dilakukan oleh Dinas pendidikan melalui Bidang Pergurag. Upaya membantu menyekolahkan tenaga guru madin sampai kejenjang S1 juga dilakukan. Disamping itu Kemenag kabupaten Pasuruan juga mengalokasi dana untuk peningkatan kompetensi guru madin pertahun.

Minggu, 25 Oktober 2015

profil layanan pendidikan

Bab III. Profil Layanan Pendidikan
Bab ini akan membahas gambaran umum penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pasuruan, layanan pendidikan Sekolah dan Madrasah, layanan Lembaga Kursus dan Layanan Madrasah Diniyah.
3.1 Gambaran Umum
Visi Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan 2008-2013, yaitu mewujudkan peserta didik yang berakhlak mula, cerdas, kreatif, sehat, mandiri dan berdaya saing dijabarkan secara operasional melalui pengembangan layanan pendidikan untuk semua jalur (pendidikan formal, nonformal, dan informal), jenjang (pendidikam dasar, pendidikan menengah), dan jenis pendidikan (pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus). Jenis agama dan keagamaan, khususnya islam, cukup kuat mewarnai penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Pasuruan, baik dalam bentuk madrasah formal di semua jenjang ataupun madrasah diniyah yang di kelolah pondok pesantren atau di luar pondok pesantren.
Pada awalnya, pembinaan dan pengelolaan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan tersebut berada di bawah Kementerian Agama. Pada tahun 2002, Sub Dinas Perguruan Agama Islam (Pergurais) menjadi struktur baru dalam organisasi di Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan dengan tugas melaksanakan bimbingan pendidikan dan perguruan agama islam, madrasah dan pondok pesantren. Dengan adanya Subdin Pengurais yang kemudian menjadi bidang pergurag di Dinas Pendidikan dimungkinkan adanya dukungan pembiayaan dari APBD untuk sekolah keagamaan, baik di pendidikan formal maupun non formal, termasuk pembiayaan untuk madrasah diniyah di dalamnya.
Keberadaan bidang Pengurag di Dinas Pendidikan, berpengaruh cukup besar terhdap peningkatan mutu madrasah di kabupaten Pasuruan. Meskipun demikian, dalam implementasi program dan kegiatan masih belum optimal karena terdapatnya tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi) Bidang Pengurag Dinas Pendidikan dengan Seksi Madrasah dan Pendidikan Islam (Mapenda) dan Seksi Pendidikan Keagamaan Pondok Pesantren (Peka Pontren) Kemenag. Perencanaan pendidikan belum sepenuhnya terpadu antara lain ditunjukkan dari masih terpisahnya manajemen data sekolah/madrasah yang di kelolah oleh Dinas Pendidikan dan Kemenag.
Dengan menggunakan data dari hasil analisis SIPPK dan diskusi kelompok terfokus dengan kepala sekolah, guru di semua jenjang pendidikan lpora ini membahas berbagai komponen pelayanan pendidikan terkait dengan akses dan mutu layanan pendidikan.
3.2 layanan Pendidikan Sekolah dan Madrsah
Program peluasan akses dan pemerataan pendidikan dasar di Kabupaten Pasuruan telah menunjukkan kinerja baik, terbukti dengan pencapaian APM SD/MI, APK SMP/MTs dan APK SMA/MA/SMK yang telah melampaui sasaran nasional. Meskipun demikian, perhatian harus di berikandi kecamatan Grati yang memiliki Angka Partisipasi Kasar (APK) SD,MI 90%, masih di bawah sasaran nasional APK yaitu 95%.
Tingginyan angka partisipasi sekolah tersebut sangat di dukung oleh ketersediaan layanan pendidikan disemua jenjang mulai dari TK/RA, pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah (table 3.2.1).
Kontribusi masyarakat untuk penyelenggaraan pendidikan cukup tinggi, bahkan untuk TK/RA, SMP/MTS, dan SMA/SMK persentase sekolah/madrasah yang di selenggarakan oleh masyarakat (sekolah/madrasah) swasta lebih tinggi dari sekolah negeri. Meskipun apabila dilihat perbandingan jumlah murid antara sekolah negeri dan swasta di jenjang tersebut relative berimbang. Tabel 3.2.2 menunjukkan bahwa dengan APK TK/RA mencapai 99% dan fakta bahwa 83,6% siswa baru kelas 1 SD/MI telah melalui pendidikan TK/RA semestinya anak-anak di kelas awal memiliki kesiapan bersekolah yang baik.
Akan tetapi data dalam Grafik 3.2.2 menunjukkan bahwa angka mengulang kelas (AMK) mencapai 3,5% lebih tinggi dari AMK propinsi Jawa Timur yaitu 2,56%. Angka mengulang kelas siswa di kelas 1 mencapai 7,9% atau sekitar 1.198 anak. AMK tersebut berangsur turun menjadi 4,7% di kelas 2 dan 3,4% di kelas 3.
Melihat kondisi tersebut, penyelenggaraan pendidikan TK/RA perlu untuk dipetakan dan dievaluasi sehingga dukungan pengembangannya dapat lebih tepat sasaran. Di samping itu, hasil diskusi dengan praktisi pendidikan menunjukkan terdapatnya kecenderungan untuk menempatkan guru baru sebagai pengampu guru kelas 1 SD/MI. Dibutuhkan kebijakan untuk lebih memperhatikan kompetensi guru kelas awal khususnya guru kelas 1 SD/MI.
Dari sisi mutu output pendidikan, yang antara lain ditunjukkan oleh hasil nilai ujian, secara umum posisi Kabupaten Pasuruan masih di bawah dan di batas rata-rata, kecuali untuk rata-rata nilai UN jenjang SMP/MTs dan SMK yang capaiannya di atas rata-rata Jawa Timur.
Dengan demikian perlu perhatian untuk jenjang SD/MI yang nilai rata-rata UASBN SD/MI sebesar 6,67 masih di bawah nilai rata-rata UASBN SD/MI Propinsi Jawa Timur sebesar 7,73. Dari tiga mata pelajaran UASBN yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, nilai rata-rata Matematika yang paling rendah yaitu 6,45. Demikian juga untuk rata-rata nilai UN SMA, baik jurusan IPA, jurusan IPS, dan jurusan Bahasa yang berada di garis rata-rata Propinsi
Untuk mendorong peningkatan mutu, perlu diketahui peta layanan pendidikan untuk setiap jenjang. Berikut adalah profil layanan terkait dengan mutu mencakup daya tamping sekolah/madrasah, kecukupan kondisi sarana prasarana sekolah, dan kecukupan dan mutu guru.





3.4. Layanan Madrasah Diniyah (Madin)
Secara literasi madrasah diniyah dimaknai sebagai tempat belajar keagamaan dalam hal ini Agama Islam. Bermula berkembang di pondok pesantren sebagi pusat pendidikan agam yang bertujuan untuk mencetak santri yang mempunyai pengetahuan mendalam tentang Agama Islam atau menjadi ahli agama. Sebagian murid (santri) lulusan pondok pesantren tersebut kemudian mendirikan sekolah-sekolah agama atau madrasah diniyah (madin) dilingkungannya masing-masing. Hal ini menjadikan madin tumbuh berkembang di luar lingkup pondok pesantren melalui pengajian kitab, majelis taklim, pendidikan Al-Quran, diniyah taqmiliyah dan dalam bentuk lain yang sejenis. Pada tahun 2009, jumlah madrasah diniyah kabupaten Pasuruan mencapai 1.173, atau mencapai 13,57% dari jumlah seluruh madin yang ada di Propinsi Jawa Timur dengan jumlah santri mencapai 104.889.
Survei di lakukan terhadap 110 madin yang terdiri dari 100 (seratus) madin jenjang dasar atau madin Ula, 7 (tujuh) madin jenjang menengah atau madin Wustho, dan 3 (tiga) madin jenjang atas atau Ulya. Sekitar 25% madrasah diniyah yang di survei di kelolah oleh pondok pesantren dan sekitar 75% dikelolah masyarakat diluar pondok pesantren.
Berikut adalah temuan hasil survei yang meliput gambaran umum peserta didik (santri) kondisi sarana prasarana, kurikulum, tenaga pendidik dan manajemen madin.
Dominasi madrasah diniyah yang dikelola oleh masyarakat mewarnai penyelenggaraan madrasah diniyah di Pasuruan. Lebih dari 75% madrasah diniyah dikelola oleh masyarakat, sementara selebihnya diselenggarakan oleh pondok pesantren. Latar belakang murid madin juga beragam. Murid madrasah diniyah yang berada di luar pondok pada umumnya adalah murid di sekolah dan madrasah formal yang ingin mendapatkan tambahan pelajaran agama. Hasil survei pada table 3.4.1 menunjukkan 64% murid madin Ula yang disurvei adalah murid yang bersekolah baik di sekolah ataupun madrasah dari berbagai jenjang.
Pagi hari siswa madin besekolah di SD, SMP, ataupun SMA sementara sore atau malam harinya bersekolah di madin. Perlu di pahami disini murid sekolah formal yang juga murid madin tidak selalu ada pada kelas dan jenjang yang setara. Misalnya murid kelas 1 SMP yang juga belajar di madin. Murid tersebut tidak selalu duduk dikelas 1 madin Wustho yang setara SMP. Bisa jadi dia duduk di kelas 4 madin ula yang setara SD, tergantung dari kemampuan dalam mempelajari matapelajaran yang di ajarkan di madin.
Kondisi madrasah diniyah sangat beragam, dari yang memiliki ruang persekolahan, bergabung dengan madrasah di sore hari atau pesantren, bertempat di salah satu ruangan masjid dan mushola atau bahkan di satu rumah tokoh masyarakat setempat. 56% madin yang disurvei, terutama madin yang berada di luar pondok mempunyai rerata peserta didik per rombel kurang dari 15 (table 3.4.2)
Sebagai lembaga berbasis masyarakat, penyediaan sarana prasarana madin yang mencakup ruang kelas, kelayakan ruang kelas, ketersediaan fasilitas pendukung seperti mushola, kamar mandi/WC relatif baik.
Hamper semua madin memiliki ruang kelas, hanya 7% yang menumpang. Meskipun demikian masih terdapat 12% ruang kelas berkondisi rusak berat. Cirri khas madin yang masih melekat adalah penggunaan dampar, meja kecil yang di gunakan untuk mengajar. Selain itu 85% madin tidak memiliki ruang perpustakaan, 375 tidak memiliki mushola dan 24% tidak memiliki fasilitas kamar mandi/WC.
Kurikulum Madin
secara umum target kompetensi lulusan yang menjadi tujuan pendidikan madin adalah penguasaan dan pemahaman atas syariat dan baca Al-Quran dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut muatan pokok mata pelajaran madrsah diniyah adalah 1) Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Tauhid, Akhlaq, Bahasa Arab, Tarikh atau Sejarah Islam. Di samping muatan pokok tersebut, 35% madin (70 lembaga) yang disurvei memuat pengembangan diri dalam pembelajarannya yang bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada santri untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai kebutuhan, bakat dan minat santri, di samping sesuai dengan kondisi madrasah. Meskipun jenis pengembangan diri yang di berikan sangat beragam, terdapat dua besaran kegiatan. Pertama, kegiatan terkait dengan kesenian Agama Islam seperti al Banjari, Ishari, Nasyid, Qosidah, Hadrah, dan Kaligrafi yang bertujuan untuk syiar Agama Islam.  Kesenian Islam menjadi jenis kegiatan kecakapan hidup yang paling banyak dipilih. Kegiatan kedua terkait dengan pengembangan ketrampilan seperti menjahit, membuat kerupuk, bertani, berkebun.
Upaya untuk melakukan standarisasi kurikulum madrasah diniyah sudah dilakukan antara lain melalui pengembangan kurikulum madin oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, melalui bidang Pergurag dan Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pasuruan bekerja sama dengan Lembaga Pendidikan Ma’arif. Sebagai langkah awal, penerapan kurikulum madin tersebut difokuskan untuk 722 lembaga madin yang dikelola secara mandiri diluar dukungan pesantren. Kurikulum bersama yang disebut juga kurikulum embrio diharapkan dapat membantu dalam peningkatan mutu lembaga madin. Meskipun demikian hasil survei menunjukkan keagamaan implementasi kurikulum dalam pelaksanaan di lapangan.
Sebagaian besar (82,7%) pembelajaran di madrasah diniyah dilaksanakan pada siang atau sore hari, selebihnya diaksanakan pada malam hari (11,8%) dan pagi hari (3,6%). Untuk madrasah diniyah yang diselenggarakan di pagi hari, semuanya merupakan madin yang dikelola oleh pomdok pesantren, di mana siswanya adalah santri di pondok pesantren tersebut dan masyarakat umum yang tinggal di sekeliling pondok. Untuk madin yang diadakan di luar pondok pesantren waktu pembelajaran per hari berkisar dua - tiga jam, dalam satu minggu ada 6 hari pembelajaran, sementara hari minggu atau jum’at libur. Alokasi waktu jam pembelajaran bervariasi antar madin dengan frekuensi yang sering muncul adalah 35 menit untuk satu jam pembelajaran. Metode pembelajaran yang digunakan sangat kaya, mengacu pada tradisi pengajaran yang sudah lama berkembang di lingkungan pondok pesantren yaitu metode sorogan, metode wetonan atau bandongan, metode tatap muka, praktek dan metode lainnya yang beragam.
Metode sorogan adalah metode pembelajaran yang di pergunakan oleh 87% madrasah diniyah yang disurvei. Metode sorogan ini termasuk belajar secara individual di mana seorang santri berhadapan dengan seorang guru untuk belajar kitab. Metode ini terbukti sangat efektif karena memungkinkan seorang guru mengawasi, menilai, dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang siswa dalam menguasai pelajaran / kitab yang sedang di ajarkan. Murid hanya akan melanjutkan ke pelajaran berikutnya apabila berdasarkan penilaian guru siswa sudah menguasai bab tersebut.
Sementara itu, metode bandongan atau metode wetonan yang berasal dari kata “weton” atau waktu dalam bahasa jawa merupakan metode kuliah dimana siswa mengikuti pelajaran dengan duduk dihadapan ustadz yang menerangkan pelajaran. Pada saat yang bersamaan siswa menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan. Sementara, metode praktek adalah cara pembelajaran yang dilakukan dengan memperagakan suatu ketrampilan dalam hal pelaksanaan ibadah tertentu yang di lakukan secara perorangan maupun kelompok dibawah petunjuk dan bimbingan ustadz. 57% madin yang disurvei menggunakan praktek dalam pembelajarannya. Metode ini diperlukan untuk pembelajaran tata cara beribadah misalnya sholat atau wudhu.
Diluar metode tersebut diatas, banyak variasi yang digunakan dalam pembelajaran, tercatat sebagai berikut :
o   Metode Musyawaroh / Bahtsul Masa’il merupakan metode pembelajaran yang lenih mirip dengan metode diskusi atau seminar.
o   Metode Ceramah dimana guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah murid pada waktu tertentu (waktu terbatas) dan tempat tertentu pula.
o   Metode Hafalan (muhafazhah) merupakan kegiatan belajar siswa dengan cara menghafal suatu teks tertentu dibawah bimbingan dan pengawasan ustadz.
Meskipun belum banyak madin yang mempunyai rancangan untuk mengukur kompentensi siswa, guru sudah mengembangkan metode pengukuran kompetensi siswa antara lain melalui materi pembiasaan seminggu sekali untuk mengukur pemahaman anak terhadap apa yang diajarkan guru, kemudian juga dari hasil tanya jawab, dan praktek ibadah, juga dari materi hafalan. Dalam pendidikan Madrasah Diniyah yang disurvei terhadap lima bentuk kegiatan pelaksanaan evaluasi yaitu ulangan harian, caturwulan, ujian tengah semester, ujian akhir semester dan ujian akhir madrsah diniyah (UAMD).
















Bab V. Rekomendasi Kebijakan

Berbagai temuan berdasarkan hasil kajian kemudian didiskusikan secara intensif dengan pemangku kepentingan bidang pendidikan Kabupaten Pasuruan yang terdiri dari praktisi pendidikan (guru, kepala sekolah, pengelola bengkel kerja, dunia usaha mitra SMK, LSM) dan pengambilan kebijakan dari DPRD, Bappeda, Dewan Pendidikan, Kemenag dan Dinas Pendidikan Kabupaten pasuruan. Diskusi intensif tersebut menghasilkan idenifikasi isu-isu layanan pendidikan menyeluruh di kabupaten Pasuruan dan usulan rekomendasi kebijakan.
5.1. Isu-Isu Layanan Pendidikan
1)      Dengan angka partisipasi kasar (APK) TK/RA mencapai di atas 90% dan lebih dari 80 % murid baru kelas 1 SD/MI adalah lulusan TK/RA, mestinya anak sudah siap untuk bersekolah. Akan tetapi fakta menunjukkan masih cukup tingginya angka mengulang kelas, khususnya untuk kelas 1 SD/MI yang mencapai 7,9% atau sekitar 1.198 anak Sd/Mi yang tidak naik kelas. Disamping dari sisi kurang kompetennya guru kelas awal, perhatian perlu diberikan pada mutu penyelenggaraan TK/RA yang sebagaian besar dikelola oleh masyarakat. Terlebih dari sisi penganggaran, alokasi bagi PAUD yang hanya mencapai Rp1,7 milyar atau 0.4% dari belanja sektor pendidikan.
2)      Kesenjangan layanan pendidikan masih terjadi. Hal ini ditandai dengan terdapatnya sekolah dan madrasah yang kekurangan ruang kelas, ruang kelas dalam kondisi rusak, tidak memiliki akses perpustakaan, tidak memiliki kamar mandi/WC dan laboratorium, bengkel kerja untuk SMK.
3)      Minat pendidikan kejuruan (SMK) cukup baik, ditandai dengan rasio murid SMA/MA dan SMK mencapai 52 : 48. Perlu dukungan pengembangan kemitraan dengan dunia usaha dan dunia industry yang saat ini masih terbatas.
4)      Manajemen pendidikan dan Tenaga Kependidikan belum berjalan dengan baik, antara lain ditunjukkan dengan belum meratanya distribusi pendidik dan belum terpenuhinya kualifikasi pendidik sesuai dengan tuntutan UU No 14 tahun 2005.
o   Terjadi kelebihan guru sekolah negeri disemua jenjang pendidikan, baik SD, SMP, maupun SMA/SMK yang tentunya sangat berpengaruh terhadap efesiensi penyelenggaraan pendidikan di sekolah / madrasah.
Untuk mengurangi beban keluarga miskin adalah dengan memberikan beasiswa bagi siswa miskin. Besaran beasiswa miskin SD per tahun mencapai Rp. 1.369.375. berikut adalah ilustrasi yang menggambarkan kesenjangan tersebut.
o   Masih terdapat 41,1% guru disemua jenjang pendidikan yang belum memenuhi kualifikasi jenjang pendidikan minimal S1/D4.
5)      Penjaminan mutu layanan pendidikan kursus masih sangat terbatas, ditunjukkan dengan masih terdapatnya 70% lembaga kursus yang belum memiliki Nomer Induk Lembaga Kursus (NILEK) dan belum terakreditasi.
6)      Peyelenggaraan madin sangat bervariasi, mulai dari sarana prasarana, kompetensi pengelola, kompetensi tenaga pengajar, kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi sampai pengawasan. Dengan kondisi tersebut, yang perlu dilakukan saat ini adalah melakukan standarisasi madin secara bertahap dengan tetap menjaga keaslian metode dan substansi pengajaran madin.
7)      Posisi madrasah diniyah saat ini perlu untuk diperjelas, apakah sebagai penambah pendidikann agama dan keagamaan di sekolah/madrasah formal, ataukah sebagai substitusi sekolah/madrasah atau posisi lainnya. Kejelasan posisi ini sangat penting untuk merumuskan rancangan program peningkatan mutu madin, sehingga alokasi biaya untuk madin dapat tepat sasaran.
8)      Alokasi anggaran menurut jenis biaya menunjukkan bahwa belanja modal yang digunakan untuk proses belajar mengajar masih relatif rendah, hanya berkisar 0,98% - 1,1% dari total belanja sektor pendidikan.
9)      Keperpihakan anggaran pada satuan pendidikan swasta baik sekolah (TK, SD, SMP, SMA dan SMK) madrasah (RA, MI, MTs, MA), dan juga madrasah diniyah ditunjukkan dari alokasi dana pada tahun 2010 sebesar Rp35,59 milyar atau 7,80% dari total belanja sektor pendidikan. Kebijakan ini perlu ditindaklanjuti dengan peningkatan penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan madrasah swasta dan madrasah diniyah.
10)  Apabila hasil perhitungan BOSP tersebut dibandingkan dengan pendapatan sekolah selama 1 tahun yang diperoleh dari anggaran rutin APBD Kab. Pasuruan dan BOS APBN, maka untuk jenjang SD/MI masih terdapat kekurangan biaya Rp79.553 per siswa per tahun dan jenjang SMP/MTs masih kekurangan biaya Rp116.916 per siswa per tahun.
11)  Dalam penggunaan dan BOS APBN terdapat beberapa alokasi yang wajib dipenuhi oleh satuan pendidikan, seperti buku pelajaran, kegiatan remedial, pengayaan (tambahan pelajaran) dan LKS. Artinya, dengan dana BOS terssebut tidak ada lagi pungutan kepada murid terkait biaya operasional. Namun secara factual, masih ditemukan siswa SD dan SMP yang harus membeli buku pelajaran. Disamping masih mengeluarkan iuran bulanan dalam bentuk “shodaqoh”, membeli LKS, kegiatan tambahan pelajaran dan remedial.
12)  Dalam struktur oraganisasi Dinas Pendidikan Kabupaten Pasuruan, terdapat Bidang Pergurag yang bertugas malaksanakan bimbingan pendidikan dan perguruan Agama Islam, madrasah dan pondok pesantren. Keberadaan Bidang Pergurag sangat mendukung peningkatan mutu lembaga pendidikan yang berada di bawah Kemenag karena memungkinkan adanya dukungan pembiayaan dari APBD. Akan tetapi perencanaan pendidikan yang ada saat ini masih cenderung parsial dan integrasi perencanaan antara Dinas Pendidikan dan Kemenag belum optimal.
13)  Belum optimal integrasi perencanaan pendidikan salah satunya menyebabkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pendidikan. Pelaksanaan kurikulum muatal lokal baca tulis Al Qura’an belum sepenuhnya memanfaatkan sumberdaya yang ada di madrasah diniyah (guru dan sumber belajar).